Assalaamu'alaikum Wa rahmatuLLAAHi Wa barakaatuh
Saudara-saudara saya yang seiman, kali ini saya ingin untuk mencoba untuk share sedikit dari ilmu yang saya peroleh, mudah-mudahan ini bermanfaat bagi saudara-saudara sekalian.
Kali ini saya ingin memposting masalah tentang:
Kewajiban Untuk Mengqadha Shalat
Dalam shahih Muslim bab al-Masajid wa al-Mawdhi’ as-Shalat, no. 1103:
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى
حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ
نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ صَلَاةً
أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
Dari Muhammad bin al-Muthanna dari Abd al-A’la dari Sa’id dari
Qotadah dari Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Saw., bersabda:
“Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah
shalat ketika terbangun dari tidur dan dia ingat.”
Sebab-sebab qadha shalat
Sebab-sebab yang memperbolehkan qadha’ shalat adalah:
1. Sebab lupa
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., yang menyatakan bahwa siapa yang
lupa shalat hendaknya shalat kapan saja ketika dia ingat. Hal ini
dijelaskan di dalam shahih Bukhari bab Mawaqit as-Shalat, no. 562:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ وَمُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَا
حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلَاةً
فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ وَأَقِمْ
الصَّلَاةَ لِذِكْرِي قَالَ مُوسَى قَالَ هَمَّامٌ سَمِعْتُهُ يَقُولُ
بَعْدُ وَأَقِمْ الصَّلَاةَ للذِّكْرَى قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ
حَبَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ حَدَّثَنَا أَنَسٌ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Dari Abu Nu’aim dan Musa bin Ismail keduanya dari Hammad dari
Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi Saw., bersabda: “Barangsiapa yang
terlupa shalat, maka hendaknya shalat ketika ia ingat dan tidak ada
tebusan kecuali melaksanakan shalat tersebut dan dirikanlah shalat
untuk mengingat Allah Swt.,”
Selain itu, terdapat penjelasan bahwa ketika terjadi perang khandaq,
Umar bin Khatab tidak melaksanakan shalat asar dan teringat ketika
matahari telah terbenam, maka Rasulullah Saw., memerintahkannya untuk
mengambil air wudhu dan shalat asar pada waktu maghrib sebelum shalat
maghrib. Hal ini dijelaskan dalam shahih Bukhari bab Mawaqit as-Shalat,
no. 561:
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ
يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ
الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتْ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا
فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا
فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا
الْمَغْرِبَ
Dari Muhammad Saw.,’adz bin Fudhalah dari Hisyam dari Yahya dari Abi
Salamah dari Jabir bin Abdillah bahwa Umar bin al-Khattab ingat sebelum
shalat asar ketika perang khandaq hingga saat matahari terbenam karena
memerangi kafir Quraisy, maka ia bertanya kepada Rasulullah Saw., saya
tidak shalat asar sehingga matahari terbenam, maka Nabi Saw., bersabda:
“Sungguh aku tidak shalat sampai di Buthan, maka berwudhulah untuk
shalat, maka kami semua wudhu dan shalat asar setelah matahari
terbenam, kemudian setelah itu shalat maghrib.
2. Sebab tertidur
Sebagaimana pada saat bepergian, Rasulullah Saw., dan rombongan
tidur di tengah malam, kemudian bangun paginya sesudah matahari terbit,
maka Rasulullah Saw., menyuruh Bilal mengumandangkan azan dan wudhu
untuk melaksanakan shalat shubuh. Hal ini dijelaskan di dalam Shahih
Bukhari bab Mawaqit as-Shalat, no. 560:
حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ مَيْسَرَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا حُصَيْنٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي
قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ
بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلَاةِ
قَالَ بِلَالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلَالٌ
ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ
الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلَالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ
عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ
أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلَالُ
قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلَاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ
الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى
Dari ‘Imran bin Maysarah dari Muhammad bin Fudhail dari Hushain dari
Abdillah bin Abi Qatadah dari bapaknya berkata, bahwa ia berjalan malam
bersama Nabi Saw., kemudian salah seorang dari kami berkata: jika
engkau yang Rasulullah istirahat bersama kami, maka kami khawatir
engkau tertidur, maka Bilal berkata: aku yang akan membangunkan kalian
semua, maka Bilal menyandarkan punggungnya dan tertidur, kemudian
Rasulullah Saw., bangun dari tidurnya saat matahari sudah terbit, maka
ia berkata kepada Bilal bagaimana janjimu? Maka Bilal menjawab, sungguh
aku tidak pernah tertidur seperti malam ini. Maka Rasulullah Saw.,
bersabda: “Sungguh Allah Swt., menahan nyawamu dan akan
mengembalikannya atas kehendak-Nya, kemudian berkata kepada Bilal:
kumandangkan azan dan berwudhulah, maka shalat ketika matahari sudah
mengeluarkan sinarnya.”
Di sisi lain, terdapat hadis dhaif (lemah) karena ditemukan perawi
yang bernama Muhammad bin Yazid tidak diketahui identitasnya
menjelaskan bahwa Rasulullah Saw., lupa shalat asar dan baru ingat
setelah maghrib, maka ia kemudian shalat asar dan mengulang shalat
maghrib. Hal ini dijelaskan di dalam Musnad Ahmad bab Musnad
as-Syamiyyin, no. 16361:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ
يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عَوْفٍ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا جُمُعَةَ حَبِيبَ بْنِ سِبَاعٍ
وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْأَحْزَابِ
صَلَّى الْمَغْرِبَ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ هَلْ عَلِمَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
أَنِّي صَلَّيْتُ الْعَصْرَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا صَلَّيْتَهَا
فَأَمَرَ الْمُؤَذِّنَ فَأَقَامَ الصَّلَاةَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ
أَعَادَ الْمَغْرِبَ
Dari Musa bin Daud dari Ibn Lahi’ah dari Yazid bin Abi Habibi dai
Muhammad bin Yazid bahwa Abdullah bin Auf dari Aba Jumu’ah Habib bin
Siba’ bahwa ia melihat Nabi Saw., pada tahun Ahzab shalat maghrib dan
setelah selesai ia bertanya: Apakah seseorang telah mengetahui bahwa
aku sudah shalat asar?, maka orang-orang yang mendengarnya berkata:
engkau belum shalat asar, maka Rasulullah Saw., memerintahkan azan dan
mendirikan shalat asar, kemudian mengulangi shalat maghrib.
Apabila ada orang yang memahami bahwa qadha’ shalat dilaksanakan
bersamaan dengan waktu shalat yang dilupakan atau tertidur, sebenarnya
ia tidak tepat dalam memahami arti hadis shahih yang terdapat di dalam
Sunan Ibn Majah bab as-Shalat, no. 690:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ أَنْبَأَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ
عَنْ ثَابِتٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبَاحٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ
قَالَ ذَكَرُوا تَفْرِيطَهُمْ فِي النَّوْمِ فَقَالَ نَامُوا حَتَّى
طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي
الْيَقَظَةِ فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا
فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا وَلِوَقْتِهَا مِنْ الْغَدِ قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ رَبَاحٍ فَسَمِعَنِي عِمْرَانُ بْنُ الْحُصَيْنِ وَأَنَا
أُحَدِّثُ بِالْحَدِيثِ فَقَالَ يَا فَتًى انْظُرْ كَيْفَ تُحَدِّثُ
فَإِنِّي شَاهِدٌ لِلْحَدِيثِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَمَا أَنْكَرَ مِنْ حَدِيثِهِ شَيْئًا
Dari Ahmad bin Abdah dari Hammad bin Zaid dari Thabit dari Abdullah
bin Rabah dari Abi Qatadah berkata tentang kelalaian karena tidur pada
saat shalat shubuh sehingga terbit matahari, maka Rasulullah Saw.,
bersabda: “Tidak akan ada dalam tidur suatu kelalaian, karena kelalaian
itu terjadi saat terjaga (tidak tidur) dan jika seseorang terlupa
shalat atau tertidur, maka hendaklah shalat ketika ingat dan hendaklah
pada saat yang sama tidak terulang kembali.
Hadis di atas bukan dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa qadha’
shalat dapat dilakukan bersamaan dengan waktu shalat berikutnya,
sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Syarh oleh al-Sanadi.
Oleh karena itu, bagi wanita yang haid tidak perlu mengqadha’ shalat
yang ditinggalkan, sebagaimana dijelaskan di dalam hadis shahih yang
terdapat di dalam shahih Muslim bab al-Haid, no. 506:
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ
أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مُعَاذَةَ ح و حَدَّثَنَا حَمَّادٌ
عَنْ يَزِيدَ الرِّشْكِ عَنْ مُعَاذَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ
عَائِشَةَ فَقَالَتْ أَتَقْضِي إِحْدَانَا الصَّلَاةَ أَيَّامَ مَحِيضِهَا
فَقَالَتْ عَائِشَةُ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قَدْ كَانَتْ إِحْدَانَا
تَحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثُمَّ لَا تُؤْمَرُ بِقَضَاءٍ
Dari al-Rabi’ al-Zuhrany dari Hammad dari Ayyub dari Abi Qilabah
dari Mu’adah. Juga dari Hammad dari Yazid al-Risyki dari Mu’adah bahwa
seorang perempuan bertanya kepada Aisyah, apakah kami mengqadha’ shalat
yang kami tinggalkan ketika dalam keadaan haid, maka Aisyah menjawabnya
apakah kamu termasuk orang Khawarij, padahal di antara kami sedang haid
pada zaman Rasulullah Saw., dan kami tidak diperintahkan mengqadha’
shalat.
Di sisi lain juga dijelaskan dari Aisyah bahwa kami diperintahkan
mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat. Hal ini
terdapat di dalam shahih Muslim bab al-Haid, no. 508:
و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ
عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي
الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ
وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ
بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah
qadha shalat dapat dilakukan karena dua sebab, yaitu sebab lupa dan
tertidur dan dilakukan ketika ingat dan terbangun
dari tidur. Sedangkan bagi wanita yang haid tidak perlu mengqadha shalat
yang ditinggalkan selama masa haid. Adapun pendapat yang menyatakan
bahwa qadha’ shalat dilakukan bersamaan dengan waktu shalat yang
ditinggalkan pada hari berikutnya tidak kuat, karena salah memahami
hadits yang terdapat di dalam Sunan Ibn Majah.
sumber: almakmun.com